MENDIDIK ANAK MENURUT ISLAM
Menjadi orang tua pada zaman globalisasi saat ini tidak mudah. Apalagi jika orangtua mengharapkan anaknya tidak sekadar menjadi anak yang pintar, tetapi juga taat dan salih. Menyerahkan pendidikan sepenuhnya kepada sekolah tidaklah cukup. Mendidik sendiri dan membatasi pergaulan di rumah juga tidak mungkin. Membiarkan mereka lepas bergaul di lingkungannya cukup berisiko. Lalu, bagaimana cara menjadi orangtua yang bijak dan arif untuk menjadikan anak-anaknya taat pada syariah?
Asah Akal Anak untuk Berpikir yang Benar. Hampir setiap orangtua
mengeluhkan betapa saat ini sangat sulit mendidik anak. Bukan saja sikap
anak-anak zaman sekarang yang lebih berani dan agak ‘sulit diatur’, tetapi juga
tantangan arus globalisasi budaya, informasi, dan teknologi yang turut memiliki
andil besar dalam mewarnai sikap dan perilaku anak. “Anak-anak sekarang beda
dengan anak-anak dulu. Anak dulu kan takut dan segan sama orangtua dan
guru. Sekarang, anak berani membantah dan susah diatur. Ada saja
alasan mereka!” Begitu rata-rata komentar para orangtua terhadap anaknya.
Yang paling sederhana, misalnya, menyuruh anak shalat. Sudah jamak para
ibu ngomel-ngomel, bahkan sambil membentak, atau mengancam sang anak agar
mematikan TV dan segera shalat.
Di satu sisi banyak juga ibu-ibu yang enggan mematikan
telenovela/sinetron kesayangannya dan menunda shalat. Fenomena ini jelas
membingungkan anak.
Pandai dan beraninya anak-anak sekarang dalam berargumen untuk menolak
perintah atau nasihat, oleh sebagian orangtua atau guru, mungkin dianggap
sebagai sikap bandel atau susah diatur. Padahal bisa jadi hal itu karena
kecerdasan atau keingintahuannya yang besar membuat dia menjawab atau bertanya;
tidak melulu mereka menurut dan diam (karena takut) seperti anak-anak zaman
dulu.
Dalam persoalan ini, orangtua haruslah memperhatikan dua hal yaitu:
Pertama, memberikan informasi yang benar, yaitu yang bersumber dari ajaran
Islam. Informasi yang diberikan meliputi semua hal yang menyangkut rukun
iman, rukun Islam dan hukum-hukum syariah. Tentu cara memberikannya
bertahap dan sesuai dengan kemampuan nalar anak. Yang penting adalah
merangsang anak untuk mempergunakan akalnya untuk berpikir dengan benar. Pada
tahap ini orangtua dituntut untuk sabar dan penuh kasih sayang. Sebab, tidak
sekali diajarkan, anak langsung mengerti dan menurut seperti keinginan kita.
Dalam hal shalat, misalnya, tidak bisa anak didoktrin dengan ancaman, “Pokoknya
kalau kamu nggak shalat dosa. Mama nggak akan belikan hadiah kalau kamu malas
shalat!”
Ajak dulu anak mengetahui informasi yang bisa merangsang anak untuk
menalar mengapa dia harus shalat. Lalu, terus-menerus anak diajak shalat
berjamaah di rumah, juga di masjid, agar anak mengetahui bahwa banyak orang
Muslim yang lainnya juga melakukan shalat.
Kedua, jadilah Anda teladan pertama bagi anak. Ini untuk menjaga
kepercayaan anak agar tidak ganti mengomeli Anda—karena Anda hanya pintar
mengomel tetapi tidak pintar memberikan contoh.
Terbiasa memahami persoalan dengan berpatokan pada informasi yang benar
adalah cara untuk mengasah ketajaman mereka menggunakan akalnya. Kelak, ketika
anak sudah sempurna akalnya, kita berharap, mereka mempunyai prinsip yang tegas
dan benar; bukan menjadi anak yang gampang terpengaruh oleh tren pergaulan atau
takut dikatakan menjadi anak yang tidak ‘gaul’.
Tanamkan Akidah dan Syariah Sejak Dini
Menanamkan akidah yang kokoh adalah tugas utama orangtua.
Orangtualah yang akan sangat mempengaruhi tumbuh dan berkembangnya sendi-sendi
agama dalam diri anak. Rasulullah saw. bersabda:
Setiap anak dilahirkan dalam keadaan fitrah.
Ibu dan bapaknyalah yang menjadikannya Yahudi, Nasrani, atau Majusi. (HR
al-Bukhari).
Tujuan penanaman akidah pada anak adalah agar si anak mengenal betul
siapa Allah. Sejak si bayi dalam kandungan, seorang ibu bisa memulainya
dengan sering bersenandung mengagungkan asma Allah. Begitu sudah lahir,
orangtua mempunyai kesempatan untuk membiasakan si bayi mendengarkan ayat-ayat
al-Quran. Pada usia dini anak harus diajak untuk belajar menalar bahwa
dirinya, orangtuanya, seluruh keluarganya, manusia, dunia, dan seluruh isinya
diciptakan oleh Allah. Itu sebabnya mengapa manusia harus beribadah dan taat
kepada Allah.
Lebih jauh, anak dikenalkan dengan asma dan sifat-sifat Allah.
Dengan begitu, anak mengetahui betapa Allah Mahabesar, Mahaperkasa, Mahakaya,
Mahakasih, Maha Melihat, Maha Mendengar, dan seterusnya. Jika anak bisa
memahaminya dengan baik, insya Allah, akan tumbuh sebuah kesadaran pada anak
untuk senantiasa mengagungkan Allah dan bergantung hanya kepada Allah.
Lebih dari itu, kita berharap, dengan itu akan tumbuh benih kecintaan anak
kepada Allah; cinta yang akan mendorongnya gemar melakukan amal yang dicintai
Allah.
Penanaman akidah pada anak harus disertai dengan pengenalan hukum-hukum
syariah secara bertahap. Proses pembelajarannya bisa dimulai dengan
memotivasi anak untuk senang melakukan hal-hal yang dicintai oleh Allah,
misalnya, dengan mengajak shalat, berdoa, atau membaca al-Quran bersama.
Yang tidak kalah penting adalah menanamkan akhlâq al-karîmah seperti
berbakti kepada orangtua, santun dan sayang kepada sesama, bersikap jujur,
berani karena benar, tidak berbohong, bersabar, tekun bekerja, bersahaja,
sederhana, dan sifat-sifat baik lainnya. Jangan sampai luput untuk
mengajarkan itu semua semata-mata untuk meraih ridha Allah, bukan untuk
mendapatkan pujian atau pamrih duniawi.
Kerjasama Ayah dan Ibu
Tentu saja, anak akan lebih mudah memahami dan mengamalkan hukum jika dia
melihat contoh real pada orangtuanya. Orangtua adalah guru dan orang
terdekat bagi si anak yang harus menjadi panutan. Karenanya, orangtua
dituntut untuk bekerja keras untuk memberikan contoh dalam memelihara ketaatan
serta ketekunan dalam beribadah dan beramal salih. Insya Allah, dengan
begitu, anak akan mudah diingatkan secara sukarela.
Keberhasilan mengajari anak dalam sebuah keluarga memerlukan kerjasama
yang kompak antara ayah dan ibu. Jika ayah dan ibu masing-masing mempunyai
target dan cara yang berbeda dalam mendidik anak, tentu anak akan bingung,
bahkan mungkin akan memanfaatkan orangtua menjadi kambing hitam dalam kesalahan
yang dilakukannya. Ambil contoh, anak yang mencari-cari alasan agar tidak
shalat. Ayahnya memaksanya agar shalat, sementara ibunya malah
membelanya. Dalam kondisi demikian, jangan salahkan anak jika dia mengatakan,
“Kata ibu boleh nggak shalat kalau lagi sakit. Sekarang aku kan lagi batuk,
nih…”
Peran Lingkungan, Keluarga, dan
Masyarakat
Pendidikan yang diberikan oleh orangtua kepada anak belumlah cukup untuk
mengantarkan si anak menjadi manusia yang berkepribadian Islam. Anak juga
membutuhkan sosialisasi dengan lingkungan tempat dia beraktivitas, baik di
sekolah, sekitar rumah, maupun masyarakat secara luas.
Di sisi inilah, lingkungan dan masyarakat memiliki peran penting dalam
pendidikan anak. Masyarakat yang menganut nilai-nilai, aturan, dan pemikiran
Islam, seperti yang dianut juga oleh sebuah keluarga Muslim, akan mampu
mengantarkan si anak menjadi seorang Muslim sejati.
Potret masyarakat sekarang yang sangat dipengaruhi oleh nilai dan
pemikiran materialisme, sekularisme, permisivisme, hedonisme, dan liberalisme
merupakan tantangan besar bagi keluarga Muslim. Hal ini yang menjadikan
si anak hidup dalam sebuah lingkungan yang membuatnya berada dalam posisi
dilematis. Di satu sisi dia mendapatkan pengajaran Islam dari keluarga,
namun di sisi lain anak bergaul dalam lingkungan yang sarat dengan nilai yang
bertentangan dengan Islam.
Tarik-menarik pengaruh lingkungan dan keluarga akan mempengaruhi sosok
pribadi anak. Untuk mengatasi persoalan ini, maka dakwah untuk mengubah
sistem masyarakat yang bertentangan dengan nilai-nilai Islam mutlak harus di
lakukan. Hanya dengan itu akan muncul generasi Islam yang taat syariah. Insya
Allah.
Tambahan---->>
Sembilan Tips Mendidik Anak Taat Syariah
1.
Tumbuhkan kecintaan pertama dan utama kepada Allah.
2.
Ajak anak Anda mengidolakan pribadi Rasulullah.
3.
Ajak anak Anda terbiasa menghapal, membaca, dan
memahami al-Quran.
4.
Tanamkan kebiasaan beramal untuk meraih surga dan kasih
sayang Allah.
5.
Siapkan reward (penghargaan) dan sakgsi yang mendidik
untuk amal baik dan amal buruknya.
6.
Yang terpenting, Anda menjadi teladan dalam beribadah
dan beramal salih.
7.
Ajarkan secara bertahap hukum-hukum syariah sebelum
usia balig.
8.
Ramaikan rumah, mushola, dan masjid di lingkungan Anda
dengan kajian Islam, dimana Anda dan anak Anda berperan aktif.
9. Ajarkan anak bertanggung jawab terhadap
kewajiban-kewajiban untuk dirinya, keluarganya, lingkungannya, dan dakwah Islam.
0 comments:
Posting Komentar
Silahkan Komentar dengan bahasa yang santun dan dapat dipertanggung jawabkan...Haturnuhun.
D.A.H.R